BAB I
Pendahuluan
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan
indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk
proposisi
– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang
sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi dijadikan sebagai dasar penyimpulan yang disebut dengan
premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut
konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut
konsekuensi.
Dalam pertemuan sebelumnya kita telah membahas dan mendiskusikan
tentang dasar dalam proses penalaran sebagai landasan berargumentasi
yang meliputi inferensi, implikasi, evidensi serta cara untuk menilai
fakta dan evidensi dalam berargumentasi. Maka kini akan dibahas mengenai
proposisi yang lebih terperinci sebagai sebuah landasan dalam menyusun
kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Dalam makalah ini juga
akan dijelaskan mengenai beberapa macam corak penalaran yang dipakai
sebagai alat argumentasi. Secara garis besar makalah ini membahas
tentang berpikir induktif dan deduktif.
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu arah
atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan
(inferensi). Proses penalaran yang induktif dapat dibedakan atas
bermacam-macam variasi yang akan dijelaskan lebih lanjut yaitu berupa
generalisasi, hipotesis dan teori, analogi induktif, kausal, dan
sebagainya.
Deduksi merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak
dari suatu proposisi yang telah ada menuju kepada proposisi baru yang
akan membentuk kesimpulan. Dalam induksi, untuk menarik kesimpulan, maka
penulis harus mengumpulkan bahan – bahan atau fakta – fakta terlebih
dahulu. Sementara dalam penulisan deduktif penulis tidak perlu
mengumpulkan fakta – fakta itu, karena yang diperlukan penulis hanyalah
suatu proposisi umum dan proposisi yang bersifat mengidentifikasi suatu
peristiwa khusus yang berhubungan dengan proposisi umum tadi. Bila
identifikasi yang dilakukan benar dan proposisinya benar,maka dapat
diharapkan bahwa kesimpulannya pun akan benar.
BAB II
INDUKSI
2.1 Pengertian Induksi
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan
(inferensi). Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam
berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran
ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada,
maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu
proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.
Pengertian fenomena sebagai landasan induktif harus diartikan sebagai
data maupun sebagai pernyataan-pernyataan yang tentunya bersifat
factual. Sehingga induksi dapat berasal dari fenomena yang berbentuk
fakta atau berbentuk pernyataan–pernyataan (proposisi-proposisi). Proses
penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi
yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi induktif, kausal, dll.
2.2 Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang
dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang
bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena itu. Generalisasi
akan mempunyai makna penting, jika kesimpulan yang diturunkan dari
fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus
berlaku pada semua fenomena-fenomena lain yang sejenis yang belum
diselediki.
Mengenai data atau fakta dalam pengertian fenomenal individual tadi,
selalu terarah kepada pengertian mengenai sesuatu hal yang individual.
Dalam kenyataannya data atau fakta yang dipergunakan itu sebenarnya
merupakan generalisasi juga , yang tidak lain dari sebuah hasil
penalaran yang induktif.
Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan
pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan
hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam tipe kendaraan dengan
ciri-ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil,
sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah
abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan
pengangkut.
Contoh lainnya:
(1) jika dipanaskan, besi memuai.
(2) Jika dipanaskan, tembaga memuai.
(3) Jika dipanaskan, emas memuai.
(4) Jika dipanaskan, platina memuai
(5) Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Generalisasi sendiri dapat dibedakan menjadi loncatan induktif dan bukan loncatan induktif.
- Loncatan induktif
Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari
beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh
fenomena yang ada. Dengan demikian loncatan induktif dapat diartikan
sebagai loncatan dari sebagian evidensi kepada seluruh suatu
generalisasi yang jauh melampaui kemungkin yang diberi oleh
evidensi-evidensi itu. Generalisasi semacam ini menagandung kelemahan
dan mudah ditolak kalu terdapat evidensi-evidensi yang bertentangan.
Tetapi jika sampel yang dipergunakan itu secara kualitatif kuat
kedudukannya, maka generalisasi semacam itu juga akan kuat dan sahih
sifatnya, apalagi jika bisa diperbanyak lagi fakta atau evidensi yang
menunjang. Bila berdasarkan beberapa orang yang dijumpai suku A masih
sangat terkebelakang, maka hal ini merupakan contoh yang jelas mengenai
loncatan induktif.
- Tanpa loncatan induktif
Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila
fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak
terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Oleh karena itu, perbedaan antara generalisasi dengan loncatan
induktif dan tanpa loncatan induktif sebenarnya terletak dalam persoalan
jumlah fenomena yang diperlukan. Sebenarnya generalisasi merupakan
proses yang biasa dilakukan oleh setiap orang. Bagi orang kebanyakan,
generalisasi itu tidak lain dari penambahan setengah sadar akan hal-hal
umum berdasarkan pengalamannya dari hari ke hari. Bila suatu waktu ia
mendapat hardikan dari atasannya karena membuat kesalahan, maka belum
ada sikap yang timbul pada dirinya.
Tetapi bila peristiwa semacam itu dialaminya berulang-ulang kali,
juga dialami oleh kawan-kawan lainnya, maka mau tidak mau akan timbul
suatu generalisasi mengenai atasan itu: Atasannya adalah seorang yang
kejam. Arus baliknya akan menimbulakan suatu sikap : karena atasan ini
seseorang yang kejam, maka jangan membuat kesalahan kecil sekalipun,
agar tadak mendapat umpatan dan hardikan yang tidak perlu.
Proses untuk merumuskan sebuah generalisasi dapat digambarkan dalam skema berikut:
Karena generalisasi itu sering mendahului observasi atas sejumlah
peristiwa yang cukup meyakinkan, maka perlu diadakan pengecekan atau
evaluasi atas generalisasi tersebut. Pengujian atau evaluasi tersebut
terdiri dari:
- Harus diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang
diselediki sebagai dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif)
- Apakah peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh yang baik (sampel
yang baik :ciri kualitatifnya) bagi semua jenis peristiwa yang
diselidiki? Dengan memilih peristiwa-peristiwa yang khusus, boleh
dikatakan bahwa generalisasi itu akan kuat kedudukannya.
- Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperhitungkan
kekecualian-kekecualian yang tidak sejalan dengan generalisasi itu.
Kekecualian itu harus diperhitungkan denagn dasar yang rasional dan
pemikiran logis.
- Perumusan generalisasi itu sendiri juga harus absah.
2.3 Hipotesis dan teori
2.3.1 Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu
hypo artinya sebelum dan
thesis
artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu
pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya,
tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Karena
hipotesis merupakan pernyataan sementara yang masih lemah kebenarannya.
Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan
makna di dalamnya.
Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis
sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis
juga berarti sebuah pernyataan atau
proposisi yang mengatakan bahwa diantara sejumlah
fakta ada
hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam
penelitian, salah satu diantaranya yaitu
Penelitian sosial.
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah
proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis
ilmiah,
yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat
dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang
langsung dapat diuji.
Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar
fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang
bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan
menyeluruh.
4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.
- Ciri Hipotesis Yang Baik
Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
2. Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis harus dapat diuji (
testable). Hipotesis dapat
duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian
itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel
termaksud.
5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.
Beberapa contoh hipotesis penelitian yang memenuhi kriteria yang tersebut di atas:
1. Olahraga teratur dengan dosis rendah selama 2 bulan dapat menurunkan kadar gula darah secara signifikan pada pasien IDDM.
2. Pemberian tambahan susu sebanyak 3 gelas per hari pada bayi umur 3 bulan meningkatkan berat badan secara signifikan.
- Jenis-Jenis Hipotesis
Penetapan hipotesis tentu didasarkan pada luas dan dalamnya serta
mempertimbangkan sifat dari masalah penelitian. Oleh karena itu,
hipotesispun bermacam-macam, ada yang didekati dengan cara pandang:
sifat, analisis, dan tingkat kesenjangan yang mungkin muncul pada saat
penetapan hipotesis.
- Hipotesis dua arah dan hipotesis satu arah
Hipotesis penelitian dapat berupa hipotesis dua-arah dan dapat pula
berupa hipotesis satu-arah. Kedua macam tersebut dapat berisi pernyataan
mengenai adanya perbedaan atau adanya hubungan.
Contoh hipotesis dua arah:
1. Ada perbedaan tingkat peningkatan berat badan bayi antara bayi
yang memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang berperan ganda dan
tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan prestasi belajar siswa.
Hipotesis dua-arah memang kurang spesifik, oleh karena itu perlu diformulasikan dalam hipotesis satu-arah.
Contoh:
1. Terdapat perbedaan peningkatan berat badan bayi yang signifikan
antara bayi yang memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang berperan
ganda dan tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan yang cukup kuat antara tingkat kecemasan siswa dengan prestasi belajar siswa.
- Hipotesis dalam penelitian
Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada
masalah atau
tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah
penelitian menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu
Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin
data atau
informasi tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan
penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang
fenomena
yang diteliti tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif
dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang
bertujuan menjelaskan hubungan antar-
variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.
Fungsi penting hipotesis di dalam
penelitian, yaitu:
- Untuk menguji teori,
- Mendorong munculnya teori,
- Menerangkan fenomena sosial,
- Sebagai pedomanuntuk mengarahkan penelitian,
- Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
- Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum
tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
- Penentuan masalah.
Dasar penalaran
ilmiah ialah kekayaan
pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan
hukum atau
teori atau
dalil-dalil
ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan
dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah
tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
- Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).
Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari
semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa
hipotesa preliminer,
observasi tidak akan terarah.
Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu
konklusi, karena tidak relevan dengan
masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam
penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan
penelitian,
namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan
uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan. Pengumpulan
fakta. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang
relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
- Formulasi hipotesa.
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika
tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat
terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh
sebuah
anekdot
yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan
bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan
teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula
dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan
hukum gravitasi.
- Pengujian hipotesa.
artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat di
observasi dalam istilah ilmiah hal ini disebut
verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut
konfirmasi. Terjadi
falsifikasi(penyalahan)
jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan
hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak
terbantah oleh fakta yang dinamakan
koroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut
teori.
-
Aplikasi/penerapan
apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi
ramalan (dalam istilah ilmiah disebut
prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
2.3.2 Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil
yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis
mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah.
Teori juga merupakan suatu
hipotesis yang telah terbukti
kebenarannya.
Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai
fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di
alam, atau tingkah laku
hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu
model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
- Hubungan antara hipotesis dengan teori
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu
masalah dan kemudian diuji secara
empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih
variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam
kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari
teori dan tinjauan
literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Oleh karena itu
teori
yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan
sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari
dalam
penelitian. Dalam penelitian
kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari
teori.
2.4 Analogi
Analogi dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur,
membandingkan). Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat
suatu gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan
lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan yang pertama.
Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses penalaran induktif.
Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi induktif,
yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang
sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang
pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain.
Tujuan :
1. Membantu seseorang menambah dan mempercepatkan kefahaman tentang sesuatu perkara.
2. Membuat justifikasi terhadap rumusan yang dibuat berdasarkan persefahaman antara satu objek dengan yang lain.
3. Untuk menonjolkan ciri am yang terdapat pada objek-objek tersebut.
4. Memungkinkan seseorang mencipta analogi sendiri.
2.4.1 Macam-macam analogi
a. Analogi Induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan
yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang
ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi
induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat
suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang
terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya,
Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari.
Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap
hari.
b. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan
sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah
dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal
atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita
ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan negara yang
baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya.
Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan
sinergitas antara akal dan hati.
Contoh Analogi :
1. Badannya kurus macam lidi
2. Benda itu bujur macam telur
3. Bangunan di Kuala Lumpur tumbuh macam cendawan
4. Kanak-kanak itu lapar seperti anak burung yang kehilangan ibu.
5. Orang itu garang macam harimau.
2.5 Hubungan Kausal
Hubungan kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh
dari gejala-gejala yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat
(hubungan kausal) dapat berupa sebab yang sampai kepada kesimpulan yang
merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat
dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke
sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab
ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai
kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat
sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan
penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai
mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu.
Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang
berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena
proses sosialisasi.
(2). Hubungan akibat-sebab
Yaitu hubungan yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak
yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak
dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini
disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki
usia sekolah.
(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian
akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat
kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh.
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri
naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan
lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi
subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena
harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik
pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik,
karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya
harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan
harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan
rakyat.
2.6 Induksi dalam metode eksposisi
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam
penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan
atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat,
dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan
tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk
memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau
statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya
berisi uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian
lazim disebut paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
• Menentukan topik/tema , Menetapkan tujuan, Mengumpulkan data dari
berbagai sumber, Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang
dipilih
• Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
BAB III
DEDUKSI
3.1 Pengertian Deduksi
Kata deduksi berasal dari bahasa latin yang artinya menghantar dari
suatu hal ke hal yang lain. Sebagai suatu istilah penalaran, deduksi
adalah suatu proses penalaran (berpikir) yang bertolak dari proposisi
yang telah ada yang menuju sebuah proposisi baru yang menjadi sebuah
kesimpulan. Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Adapun berbagai macam
corak berpikir deduktif adalah silogisme kategorial, silogisme
hipotesis, silogisme disjungtif, atau silogisme alternative, entimem,
rantai deduksi dan sebagainya.
3.2. Silogisme Kategorial
3.2.1 Pengertian
Silogisme adalah suatu bentuk penalaran yang berusaha menghubungkan
dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan suatu
kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi yang ketiga. Kedua
proposisi yang pertama disebut dengan premis.
Silogisme kategorial dibatasi sebagai suatu argument deduktif yang
mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga)
proposisi kategorial, yang disusun menjadi tiga term yang muncul dalam
rangkaian pernyataan itu, dan tiap term hanya boleh muncul dalam dua
pernyataan, misalnya:
(1) Semua karyawan adalah PNS.
(2) Semua PNS adalah peserta Jamsostek.
(3) Jadi, semua karyawan adalah peserta Jamsostek.
Dalam rangkaian diatas terdapat tiga proposisi: (1) + (2) + (3).
Dalam contoh ini rangkaian kategorial hanya terdapat dalam tiga term,
dan tiap term muncul dalam dua proposisi. Term preidkat dari konklusi
adalah term mayor dari seluruh silogisme itu. Sedangkan subyek dari
konklusinya disebut term minor dari silogisme. Sementara term yang
muncul dalam kedua premis namun tidak muncul dalam kesimpulan disebut
premis tengah.
3.3 Proposisi Silogisme
Dalam seluruh silogisme hanya terdapat 3 term, yaitu term mayor, term
minor dan term tengah, dan dalam silogisme hanya terdapat tiga
proposisi, yaitu dua proposisi yang disebut premis dan sebuah proposisi
yang disebut konklusi.
(1) Premis Mayor
Premis yang mengandung term mayor dari silogisme itu. Premis mayor
adalah proposisi yang dianggap bennar bagi semua anggota kelas tertentu.
Dalam contoh sebelumnya yaitu ‘semua karyawan adalah PNS’.
(2) Premis Minor
Premis yang mengandung term minor dari silogisme itu. Premis mnor
adalah prposisi yang mengidentifikasi sebuah peristiwa (fenomena) yang
khusus sebagai anggota dari kelas tadi. Dalam contoh adalah ‘semua PNS
adalah peserta Jamsostek’
(3) Kesimpulan
Proposisi yang mengatakan bahwa apa yang benar tentang seluruh kelas
juga akan benar atau berlaku bagi anggota tertentu. Dalam hal ini, jika
benar semua karyawan adalah PNS, maka semua karyawan yang adalah peserta
jamsostek juga harus merupakann PNS.
Dalam silogisme diatas peserta jamsostek merupakan term tengah karena
bertindak sebagai penghubung antara term mayor dan term minor.
Menguji kesahihan dan kebenarannya
Untuk menilai silogisme harus dibedakan terlebih dahulu dua
pengertian yang sering dikacaukan yaitu kesahihan (validitas;keabsahan)
dssn kebenaran (truth). Validitas dari suatu silogisme semuanya
tergantung dari bentuk logisnya, sedangkan semua kebenaran tergantung
dari fakta-fakta yang mendukug seua pernyataan. Bentuk logis sebuah
silogisme ditentukan oleh:
(1) bentuk logis dari pernyataan-pernyataan kategorial alam silogisme.
(2) Cara penyusunan term dalam masing-masing pernyataan.
Bentuk sebuah silogisme adalah fungsi dari modul dan figure dari silogisme tadi. Contoh :
Premis mayor : manusia adalah makhluk berakal budi.
Premis minor : Alibaba adalah seorang manusia
Kesimpulan : sebab itu, Alibaba adalah mkhluk berakal budi.
Dalam contoh diatas, figure silogismenya adalah: manusia – makhluk
berakal budi, alibaba – manusia, dan alibaba – makhluk berakal budi.
Atau dengan symbol S – P, O – S, O – P. Jadi menyatakan silogisme sama
dengan menyebutkan figure dan modusnya.
Premis mayor dapat dibentuk proposisi A, E, I atau O. Demikian pula
premis minornya. Berarti dari kedua premis ini dapat diperoleh 4 x 4
kombinasi atau 16 kombinasi. Selanjutnya dari 16 konbinasi ini dapat
diturunkan untuk setiap masing – masing kombinasi atau konklusi yang
bias berbentuk proposisi A, E, I, atau O. Dengan demikian akan
dihasilkan modus sebanyak 64 modus. Karena setiap modus memiliki
kemungkinan 4 figur bentuk silogistis maka dihasilkan 256 bentuk
silogistis yang belunm tentu valid dan memerlukan pengujian terlebih
dahulu.
3.4 Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis atau silogisme pengandaian adalah semacam pola
penalaran deduktif yang mengandung hipotesa. Silogisme hipotesis
bertolak dari suatu pendirian, bahwa ada kemungkinan apa yang disebut
dalam proposisi itu tidak ada atau tidak terjadi. Premis mayornya
mengandung pernyataan yang bersifat hipotesis. Oleh sebab itu rumus
proposisi mayor silogisme ini adalah:
Jika P, maka Q
Contoh 1:
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kencan.
Premis Minor : Hujan turun
Konklusi : Sebab itu Jazira tidak akan pergi kencan
Atau
Premis Mayor : Jika tidak turun hujan, maka Jazira akan pergi kencan.
Premis Minor : Hujan tidak turun
Konklusi : Sebab itu Jazira akan pergi kencan
Walaupun premis mayor bersifat hipotesis, premis minor dan
konklusinya tetap bersifat kategorial. Premis mayor sebenarnya
mengandung dua pernyataan kategorial, yang dalam contoh hujan tidak
turun, dan Jazira akan pergi kencan. Bagian pertamanya disebut
anteseden, sedangkan bagian keduanya disebut akibat.
Dalam silogisme hipotesis berasusmsi bahwa ‘kebenaran anteseden akan
mempengaruhi kebenaran akibat; kesalahan anteseden akan mengakibatkan
kesalahan pada akibatnya’.
3.1.3 Silogisme Alternatif
Jenis silogisme alternative biasa juga disebut dengan silogisme
disjungtif, karena proposisi mayornya merupakan sebuah proposisi
alternative, yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan-kemungkinan
atau pilihan. Sebaliknya proposisi minornya adalah proposisi kategorial
yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme
ini tergantung pada premis minornya, jika premis minornya menerima satu
alternative maka alternative lainnya akan ditolak; dan jika premis
minornya menolak satu alternative maka alternatik lainnya akan diterima
dalam konklusi.
Contoh :
Premis Mayor : Zian ada di sekolah atau di rumah.
Premis Minor : Zian ada di sekolah
Konklusi : Sebab itu, Zian tidak ada dirumah
Secara praktis kita juga sering bertindak seperti itu. Untuk
menetapkan sesuatu atau menemukan sesuatu secara sistematis kita
bertindak sesuai dengan pola silogisme alternative diatas.
2.3 Entimem
Silogisme sebagai suatau cara untuk menyatakan pikiran tampaknya
bersifat artificial. Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu
muncul hanya dengan dua proposisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun
dihilangkan,proposisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran dan dianggap
diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam ini dinamakan entimem
(dari enthymeme>enthymema,yunani. Kata itu berasal dari kata kerja
enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’). Entimen adalah
penalaran deduksi secara langsung.
Misalnya sebuah silogisme asli akan dinyatakan oleh seoarang pengasuh ruangan olahraga dalam sebuah harian sebagai berikut:
Premis mayor : Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang pemain kawakan.
Premis minor : Rudy Hartono terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi : Sebab itu Rudy Hartono adalah seorang pemain (bulu tangkis) kawakan.
Bila pengasuh ruangan olahraga menulis seperti diatas dan semua gaya
tulisan sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan bahwa
tulisannya terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu
entimem. Bentuk itu akan berbunyi,”Rudi Hartono adalah seorang pemain
bulu tangkis kawakan, karena terpilih untuk mengikuti pertandingan
Thomas Cup.”
Contoh lain:
Silogisme
PU: Binatang mamalia melahirkan anak dan tidak bertelur.
PK: Ikan paus binatang binatang mamalia.
K : Ikan paus melahirkan anak dan tidak bertelur.
Entimen
Ikan paus melahirkan anak dan tidak bertelur karena termasuk binatang mamalia.
Contoh entimem :
- Premis mayor : Semua orang yang membuat banyak penelitian adalah sarjana besar.
Premis minor : Prof. Hasan membuat banyak penelitian.
Konklusi : Sebab itu, Prof.Hasan adalah seorang sarjana besar.
- Premis mayor : Semua sarjana yang besar membuat banyak penelitian.
Premis minor : Prof. Hasan adalah seorang sarjana besar.
Konklusi : Sebab itu, Prof. Hasan membuat banyak penelitian .
Dengan mengembalikan entimem 1 dan 2 kebentuk silogismenya tampak
bahwa proposisi yang dihilangkan itu adalah proposisi mayor. Dengan
demikian proposisi minor dan konklusinya langsung dikaitkan dalam sebauh
kalimat.
Penghilangan sebuah proposisi kadang-kadang dilakukan dengan sengaja,
karena penulis atau pembicara mengetahui bahwa bila kita menilai dengan
cermat premis-premis yang ada,kita akan menolak pendapatnya. Sebab itu
pada waktu menghadapi sebuah entimem diragukan kebenarannya, maka salah
satu premisnya juga duragukan kebenaranya. Kalu entimem ditolak,maka
salah satu proposisinya ditolak kebenarannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam pembuatan proposisi argumentasi maka digunakan teknik – teknik
penalaran dan pengujian data yang ada. Dari dua system yang telah
dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bila kita membandingkan
penalaran dalam induksi dan penalaran dalam deduksi, maka kesimpulan
dari induksi mempunyai kemungkinan kebenaran, dan benar tidaknya
proposisi itu tergantung pada kebenaran dari data yang dipergunakan.
Dalam penggunaan metode induksi, untuk membuat suatu kesimpulan
penulis harus mengumpulkan data dan fakta yang terkait terlebih dahulu.
Semakin banyak dan semakin baik kualitas datanya maka akan semakin
mantap kesimpulan yang dihasilkan. Sedangkan dalam pembuatan proposisi
dengan cara deduktif penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta yang
ada, penulis hanya perlu suatu proposisi umum atau proposisi yang mampu
mengidentifikasi suatu peristiwa khusus secara berkaitan dengan
proposisi umum tadi.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Hipotesis (tgl akses : 19 Feb 2011) http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran#Metode_deduktif (tgl akses : 19 Feb 2011 )
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100915043818AAxuA8k
(tgl akses : 19 Feb 2011)
http://www.scribd.com/doc/25095005/Contoh-Paragraf-Deduktif-Induktif
(tgl : 19 Feb 2011)
http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/analogi/(tgl akses : 19 Feb 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori (tgl akses : 19 Feb 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran#Metode_deduktif (tgl akses : 19 Feb 2011)
http://members.tripod.com/noriah_arahman/analogi.htm (tgl akses : 19 Feb 2011)
Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. 1992. Jakarta: Gramedia
W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2006. Jakarta: Balai Pustaka.